KELOMPOK :
NANDA RIZKITA br MILALA 12-025
MUTHIA AUDINA YANUAR 12-029
ARIFAH RAKA TASYA 12-052
KURNIA BOBY SAFAROV 12-054
DENNY WAHYUDI 12-050
IBRAHIM AZHARI 12-079
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kasus kekerasan seksual
terhadap anak di Indonesia terus memperihatinkan, setelah terungkapnya sejumlah
kasus di berbagai tempat, termasuk terakhir kasus pedofilia dengan jumlah
korban mencapai ratusan anak. Sebelumnya,
kasus lain yang menyedot perhatian publik terjadi di Jakarta International School
(JIS), dimana pelakunya adalah petugas kebersihan di lingkungan sekolah. Menurut Arist Merdeka Sirait, Ketua Komisi
Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), jumlah kasus kekerasan seksual pada
anak meningkat dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 2012 jumlahnya 124 kasus,
tahun lalu mencapai 1,937 kasus. “Untuk
tahun ini sudah mencapai 200 kasus dengan jumlah korban hampir hampir 300 anak”. “Kami menetapkan status darurat
perlindungan anak serta menganggap masalah ini sebagai bencana nasional”.
Parahnya, kasus di Indonesia
mayoritas terjadi di lingkungan yang seharusnya nyaman bagi anak, yaitu di
sekolah dan lingkungan sekitar rumah. “Pelakunya
juga orang-orang dekat. Padahal mereka yang seharusnya memberi perlindungan. Ini
sudah keterlaluan”. Ia menegaskan,
meningkatnya jumlah kasus terjadi karena lemahnya perlindungan hukum bagi anak,
terutama terkait rendahnya hukuman bagi pelaku, dimana saat ini berdasarkan UU
Perlindungan Anak, hukuman hanya berkisar antara 3-5 tahun. “Ini membuat Indonesia menjadi salah satu
surga para pedofil. Harusnya hukuman minimal 20 tahun”, katanya.
Seto Mulyadi, psiolog anak
mengatakan, anak-anak korban kekerasan seksual harus mendapat perhatian serius
baik dari keluarga maupun dari pemerintah, tidak saja untuk memulihkan kondisi
traumatik tetapi juga agar mereka tidak berubah menjadi pelaku di kemudian
hari. “Potensi pedofilia muncul pada
korban itu bisa terjadi selama korban tidak mendapatkan penanganan yang tepat,”
katanya.
Karena itu, penting bagi pihak
keluarga untuk memperhatikan secara seksama nasib korban pedofilia secepatnya.
“Anak-anak harus mendapatlan diagnosis psikologis atau terapi professional”. Ia menambahkan, sejumlah
kejadian ini harus membuat semua pihak memikirkan pendidikan seks usia dini
pada anak. “Usia idela adalah 2,5 tahun, dimana anak-anak mulai memegang
organ intimnya. Jadi, orang tua dapat memperkenalkan tentang kesehatan
reproduksi pada usia tersebut,” ujarnya.
Anak-anak, perlu dilatih soal
bagaimana menjaga kesehatan organ intim serta mengajarkan mereka untuk menjaga
keamanan organ intim, misalnya menolak apabila orang lain ingin memegang. “Mereka harus jadi garda terdepan untuk
melindungi diri mereka sendiri. Anak juga perlu diajarkan berteriak dan melapor
kepada orang tua, apabila ada yang ingin meraba organ intimnya. Hal ini akan
dilakukan anak hingga mereka dewasa,” .
Berdasarkan
fakta dan penjelasan diatas kita sudah pasti merinding mendengar hal seperti
itu terjadi dikalangan anak-anak yang seharusnya mereka mendapatkan kasih
saying dari lingkungan sekitarnya, bukannya mendapatkan luka psikologis yang
akan terus membekas didalam dirinya. Maka kelompok kami mencoba membahas hal
ini kembali dengan berdiskusi kepada temen-teman sekalian, kami memiliki tujuan
dalam diskusi ini yaitu, bagaimana cara untuk menyadarkan orang sekitar untuk
sadar akan masalah yang ada, dan mencari solusi yang tepat untuk pencegahan
kekerasan seksual pada anak. Karena faktanya orang tua, dan lingkungan sekitar
kurang menyadari yang namanya pendidikan seksual dini kepada anak. Karena
mereka menganggap hal tersebut tabu untuk dibicarakan oleh anak yang belum
cukup umur.
Oleh
karena itu, kami kelompok diskusi ingin sekali memberikan sedikit solusi yang
mudah-mudahan akan membawa kebaikan dan pengurangan terhadap kekerasan seksual
pada anak-anak. Dari hasil diskusi kelompok yang kami tangkap kemarin dari para
peserta maka ada beberapa pendapat dari pada peserta yaitu :
·
Pentingnya
pendidikan seksual sejak dini terutama orang tua
·
Hukum
yang perlu ditegakkan
·
Keluarga
dan pihak sekolah dapat bekerja sama dalam kesejahteraan anak-anak
·
Lingkungan
( letak WC ataupun kelas tidak saling berjauhan jaraknya, atau tempat yang
terlalu sepi) untuk menghindari anak-anak pergi sendirian ke tempat yang sepi
·
Perlunya
selectif dalam memilih karyawan yang bekerja di area sekolah
Itulah beberapa pendapat yang diajukan peserta saat
diskusi berlangsung. Jadi memang semua pihak harus ikut memperhatikan
kesejahteraan anak , baik pihak sekolah, pihak pemerintah, orang tua, dan
lingkungan harus saling ikut serta. Tidak bias hanya orang tua saja, ataupun
pihak sekolah saja. Nah, untuk itu ayo kita jaga penerus bangsa, dengan cara
luangkan waktu untuk berkomunikasi pada anak. Tanyakan apa saja kegiatan yang
dilakukannya di luar saat anak tidak bersama orang tuanya, jika tingkah anak
mulai berbeda ajaklah anak untuk mau bercerita apa yang terjadi pada dirinya.
Kalau bukan orang tua siapa lagi yang dipercaya anak.